Nama kopi luwak dari Indonesia mencapai
kepopulerannya beberapa tahun belakangan ini. Meski diketahui asal
mulanya berasal dari kotoran luwak yang memakan biji kopi, pecinta
minuman hitam ini (terkadang putih) tidak mundur.
Ketenaran kopi luwak membuat harganya melambung. Bahkan, salah satu
situs web internasional penjual kopi ini mematok harga hingga 280 dollar
AS (Rp 2,7 juta-an) per 0,45 kilogram. Namun, yang paling terdampak
dari semua popularitas ini adalah si luwak itu sendiri.
Banyak
produsen yang kemudian menangkap luwak di alam liar, menangkar, dan
memaksanya memakan biji kopi. Kondisi penangkaran jauh dari kata layak,
seperti dilaporkan oleh Chris Shepherd sebagai Direktur Deputi Regional
TRAFFIC, LSM anti-perdagangan hewan liar.
Shepherd mengunjungi
penangkaran luwak pada tahun 2010 dan 2012 di Jakarta. Ia
mendokumentasikan penjualan 30 luwak dari tiga spesies, yaitu
Viverricula indica, Paradoxurus hermaphroditus, dan Arctogalidia
trivirgata.
Meski secara teori ketiganya tidak dalam status
terancam, perdagangan ini berdampak hebat pada populasinya. "Semakin
tinggi permintaan, dilaporkan adanya luwak spesies lain yang ditangkap
dan ditambahkan ke penangkaran luwak penghasil kopi," ujar Shepherd
seperti dilansir dari Mongabay, Selasa (16/4/2013).
Banyaknya
"luwak palsu" ini membuat kopi luwak dianggap sebagai tipuan saja atau
barang favorit baru semata. Specialty Coffee Association of America
(SCAA) menegaskan, "Ada konsensus umum dalam industri kopi bahwa rasanya
sangat tidak enak."
SCAA juga mengklaim bahwa nyaris semua
kopi luwak yang ada di pasaran adalah palsu. Mengingat ada 50 kali
jumlah kopi yang ditawarkan dibanding yang dihasilkan.
"Beberapa spesies luwak sudah lebih dulu terancam karena hilangnya
habitat dan perburuan, dan ini (produksi kopi) hanya menambah satu
tekanan lagi," kata Shepherd. (kompas)
0 komentar:
Posting Komentar