Sabtu, 20 April 2013

Alternatif Sumber Protein dari Serangga



Peningkatan jumlah penduduk dunia mau tidak mau menyebabkan kebutuhan pangan global semakin meningkat. Tantangan untuk memenuhi kebutuhan pangan meliputi permintaan pangan yang lebih sehat, lebih aman, lebih berkualitas, dan dapat berkelanjutan.

Isu kesejahterahan hewan, pertanian berkelanjutan, serta meningkatkanya resiko emerging dan re-emerging disease menyebabkan peneliti belkerja keras untuk menemukan sumber alternatif protein yang cukup mudah. meiliki nilai protein tinggi, dan ramah lingkungan.

Salah satu alternatif pangan kaya protein yaitu serangga. Beberapa negara bahkan daerah-daerah tertentu di Indonesia, serangga menjadi bahan pangan yang memiliki banyak penggemar. Australia dan Amerika selatan menjadikan rayap sebagai camilan. Cina dan jepang menjadikan jangkrik sebagai camilan protein tinggi. Kepompong ulat sutra yang telah diambil benangnya juga dikonsumsi di Korea dan Vietnam. Lantas bagaimana dengan Indonesia? Di derah gunung kidul Yogyakarta, banyak ditemukan belalang goreng. Bu Sri dati Riau juga menggunakan jangkrik sebagai bahan dasar penganan sank seperti remp[eyek, biskuit dan serundeng yang diekspor ke Korea Selatan, Taiwan, dan singapura.

Ada lebih dari 1000 spesies serangga yang dapat dimakan oelh manusia. Beberapa diantaranya diyakini bergizi tinggi dan dapat dijadikan alternatif sumber protein. Belalang segar memiliki kandungan protein sebesar 26,8%, protein jangkrik 13,7% dan rayap 20,4%. Bandingkan dengan protein udang 21%, daging sapi 18,8%,dan daging ayam 18,2%. Selaijn protein, serangga tersebut juga mengandung lemak, air, karbohidrat, dan serat.

Meihat potensi yang ada, Uni Eropa juga sedang melakukan riset terhadap serangga sebagai alternatif sumber protein. Berbeda dengan di Indonesia, Uni Eropa akan mencoba mengenalkan serangga sebagai bahan pangan aditif dalam burger fast food. Untuk Indonesia, sampai sata ini kebutuhan untuk pangan serangga masih didapatkan dengan cara mengambil di alam. Jika permintaan semakin meningkat, tidak emnutup kemungkinan untuk melakukan peternakan serangga. Tentunya peternakan serangga tidak memerlukan banyak ruang, dapat dibudidayakan di ruangan tertutup dengan penerangan alami. Para peneliti juga menyakini bahwa budidaya serangga tidak membutuhkan biaya besar serta dampak negatif bagi lingkungan.

Ganbatte kudasai! :D

0 komentar:

Posting Komentar