Pertanyaan:
Assalamu’alaikum
Kebetulan tetangga saya memlihara anjing, dan bulu anjing yang sudah rontok tersebut berceceran di jalan sehingga sulit dihindari untuk menginjaknya. Lalu hukumnya bagaimana bila menyentuh bulu anjing yang sudah rontok tersebut.
Terimakasih
Jawaban:
Assalamu’alaikum
Kebetulan tetangga saya memlihara anjing, dan bulu anjing yang sudah rontok tersebut berceceran di jalan sehingga sulit dihindari untuk menginjaknya. Lalu hukumnya bagaimana bila menyentuh bulu anjing yang sudah rontok tersebut.
Terimakasih
Jawaban:
Bulu anjing najis?
Dalam Al-Fatwa Al-Kubro, Syaikhul Islam menjelaskan:
Terkait dengan anjing, ulama ada tiga pendapat yang cukup terkenal :
Terkait dengan anjing, ulama ada tiga pendapat yang cukup terkenal :
Pertama, anjing semuanya najis, termasuk bulunya. Ini adalah pendapat Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam salah satu pendapat beliau.
Kedua, anjing semuanya tidak najis, termasuk liurnya. Ini adalah pendapat Imam Malik menurut keterangan yang masyhur.
Ketiga, anjing, air liurnya najis, sedangkan bulunya tidak najis. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah menurut keterangan yang masyhur dan salah satu pendapat Imam Ahmad.
Pendapat yang kuat dalam masalah ini, bahwa bulu anjing statusnya tidak najis, tidak sebagaimana air liurnya. Untuk itu, jika ada bulu anjing yang basah terguyur air kemudian mengenai pakaian seseorang maka dia tidak wajib mencucinya. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, seperti Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad dalam salah satu riwayat. (Al-Fatawa Al-Kubro, 1:284 – 285)
Pendapat yang kuat dalam masalah ini, bahwa bulu anjing statusnya tidak najis, tidak sebagaimana air liurnya. Untuk itu, jika ada bulu anjing yang basah terguyur air kemudian mengenai pakaian seseorang maka dia tidak wajib mencucinya. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama, seperti Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad dalam salah satu riwayat. (Al-Fatawa Al-Kubro, 1:284 – 285)
Selanjutnya, Syaikhul Islam menjelaskan alasannya secara panjang lebar, yang bisa diringkas sebagai berikut:
Hukum asal segala sesuatu adalah suci. Sementara kita tidak boleh memvonis najis atau menyatakan sebagai benda haram, kecuali dengan dalil. Allah berfirman,
Hukum asal segala sesuatu adalah suci. Sementara kita tidak boleh memvonis najis atau menyatakan sebagai benda haram, kecuali dengan dalil. Allah berfirman,
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إلَّا مَا اُضْطُرِرْتُمْ إلَيْهِ
“Allah telah menjelaskan dengan rinci segala sesuatu yang Dia haramkan untuk kalian, kecuali jika kalian terpaksa.” (QS. Al-An’am: 119)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الحلال ما أحل الله في كتابه . والحرام ماحرم الله في كتابه . وما سكت عنه فهو عفا عنه
“Benda halal adalah segala sesuatu yang Allah halalkan dalam kitab-Nya, benda haram adalah segala sesuatu yang Allah haramkan dalam kitab-Nya. Adapun yang Allah diamkan maka itu yang Dia bolehkan.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, Ibn Majah, dan dihasankan Al-Albani)
Bagian anjing yang dinyatakan najis dalam dalil adalah liurnya, dan tidak disebutkan bagian anggota badan yang lain. Dengan demikian, vonis najis untuk bulu hanya bisa dilakukan dengan mengqiyaskan (analogi) hukum bulu dengan hukum air liur.
Mengqiyaskan hukum bulu dengan air liur untuk anjing adalah qiyas (analogi) yang tidak bisa diterima. Karena air liur bersambung dengan bagian dalam tubuh anjing, sedangkan bulu tumbuhnya di bagian luar anjing. Dan semua ulama membedakan dua hal ini. Sebagaimana mayoritas ulama menegaskan bahwa bulu anjing statusnya suci, tidak sebagaimana liurnya.
Imam Asy-Syafi’i dan banyak ulama lainnya menyatakan bahwa tanaman yang tumbuh di tanah yang najis, daunnya suci. Jika kita menyatakan bahwa bulu anjing tumbuh di tempat yang najis maka statusnya sebagaimana tanaman. Karena statusnya suci
Allahu a’lam
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasi Syariah)
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
0 komentar:
Posting Komentar