Salih Kubo adalah orang Jepang yang baru memeluk Islam kurang lebih lima tahun lalu. Salih-san, begitu ia dipanggil, kini bekerja di
Islamic Center-Japan, yang salah satu tugasnya adalah juga untuk
membantu masyarakat Jepang yang ingin mengenal Islam.
Awalnya, Salih-san melihat dan mempelajari Islam dari literatur dan
bertemu dengan beberapa ulama Islam. Informasi mengenai Islam telah
diterima sejak kecil dalam pelajaran sejarah sehingga tidak terlalu
asing baginya.
Dari informasi yang ia terima, Salih-san melihat bahwa ajaran Islam
itu pada prinsipnya penuh kedamaian dan keterbukaan terhadap perbedaan.
Beberapa ajaran tasawuf bahkan mirip dengan ajaran Taoisme. Berbeda
dengan persepsi banyak pihak yang mengatakan bahwa Islam itu agama penuh
kekerasan dan kaku, ia justru berpendapat sebaliknya. Oleh karena itu,
Salih-san menyayangkan adanya banyak mispersepsi tentang Islam.
Namun menjadi Islam di Jepang ternyata tidak mudah bagi Salih-san.
Tidak seperti Indonesia, yang pemerintahnya mengatur urusan-urusan
agama, Jepang adalah negara sekuler. Agama adalah urusan personal.
Pemerintah sama sekali tidak mengatur soal ibadah ataupun perayaan
keagamaan. Akibatnya, Jepang tidak mengenal hari libur agama. Jadi kalau
lebaran, ataupun natalan, orang Jepang tetap bekerja, karena
kalendernya tidak ada tanggal merah untuk hari-hari tersebut.
Bagaimana dengan Idul Fitri tahun lalu? Salih-san mengatakan bahwa ia
merayakan lebaran dalam kesendirian. Seluruh sanak famili dan
keluarganya adalah orang Jepang yang masih menganut ajaran leluhur
Jepang. Pagi hari, Salih-san sholat Idul Fitri di Masjid, dan setelah
itu ia kembali ke rumahnya, untuk merayakan Idul Fitri sendiri.
Memang tidak mudah menjadi orang Islam di Jepang. Ajaran Islam yang
mensyaratkan ibadah ritual, masih sulit diterima oleh masyarakat Jepang.
Mulai dari sholat lima waktu, sholat Jum’at bagi pria, puasa Ramadhan,
Hari Raya Ied, hingga ibadah haji, masih sulit diterima dalam pemahaman
masyarakat Jepang. Hal yang lebih berat lagi adalah apabila kita bekerja
di perusahaan Jepang.
Kalau kita bekerja di perusahaan Jepang, tidak mudah untuk
mendapatkan ijin melakukan ibadah-ibadah ritual tersebut. Apalagi orang
Jepang terkenal dengan budaya kerja keras. Akhirnya, kata Salih-san,
orang Islam harus pintar-pintar menyiasati pekerjaannya agar tetap dapat
melakukan ibadah.
Salih-san mengatakan bahwa meski jumlahnya tidak signifikan, orang
Jepang yang memeluk Islam relatif banyak. Mereka memiliki komunitas yang
bisa menjadi sarana informasi bagi warga Jepang yang ingin mengenal
Islam.
Di masjid Turki Yoyogi misalnya, Salih-san dan rekan-rekannya
menjadikan masjid tersebut terbuka bagi orang Jepang. Saat buka puasa
kemarin, banyak orang Jepang yang bukan Islam ikut masuk ke masjid.
Mereka menonton orang Islam sholat dan ikut buka puasa bersama. Sebagian
wanita Jepang yang datang bahkan masih tetap memakai rok mini dan
pakaian atas yang tidak tertutup (kerudung). Tapi Salih-san tidak
melarang mereka, ataupun merasa bahwa mereka menghina Islam. Bagi
Salih-san dan rekan-rekannya, masjid terbuka bagi siapa saja yang ingin
belajar tentang Islam.
Ajaran Islam memang masih asing bagi orang Jepang. Bukan hanya Islam,
tapi agama samawi lainnya, seperti Kristen dan Yahudi, juga bukan
menjadi agama populer di Jepang. Sebagian besar masyarakat Jepang
menganut agama Shinto-Buddhism yang lebih menekankan pada aspek budaya
dan ritual nenek moyang. Menurut seorang Profesor di Tokyo, orang Jepang
memang tidak menganggap penting agama. Mereka bisa lahir secara Buddha,
menikah secara Kristen, dan meninggal secara Shinto. Hal terpenting
bagi mereka adalah berbuat baik bagi sesama dan menciptakan masyarakat
yang tertib dan tertata.
Di tengah masyarakat Jepang yang seperti itu, menjadi muslim bukanlah
sebuah hal yang mudah. Bagi Salih-san, secara tatanan masyarakat, orang
Jepang sudah mengikuti ajaran dari agama Islam. Mereka sudah tertib,
memerhatikan kepentingan orang lain, menerima perbedaan, dan menjaga
kebersihan. Tapi Salih-san meyakini, bahwa di atas itu semua, agama
adalah juga pengalaman personal. Untuk itulah agama tetap penting
baginya.
Hamazah!!!
0 komentar:
Posting Komentar